Yang menarik pagi ini dari berita yang saya baca di Detik News, Menteri Pertahanan (Menhan) RI Purnomo Yusgiantoro menilai bahwa ancaman keamanan nasional yang berkaitan dengan 'rahasia negara' lewat media Cyber terutama lewat media jejaring sosial (disini beliau hanya menyebut Twitter) lebih berbahaya ketimbang ancaman militer.
Ancaman nonmiliter justru berdampak jauh lebih besar dari militer katanya. "Dia bisa berupa cyber crime, lewat twitter, atau juga pandemi," ujar Purnomo di sela-sela rapat kerja bersama Komisi I DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (27/1/2011). Pernyataan tersebut disampaikan menanggapi maraknya informasi intelijen yang beredar di twitter.
Guna mengantisipasi ancaman itu, Purnomo mengungkapkan jika Kemenham sedang menggagas UU Kemanan Nasional. Di dalamnya diatur peran intelijen dan instansi lain dengan maksud menciptakan keadaan tertib sipil. "Intinya, ada porsinya masing-masing," tutupnya.
Yang jadi pertanyaan, apakah UU ini akan mengekang kebebasan berbicara di dunia maya ? Padahal saat ini kita sudah memiliki UU ITE yang mengatur aturan main di dunia maya dan teknologi informasi secara keseluruhan. Bila memang UU keamanan nasional ini memang terwujud akankah negeri kita mengadopsi peraturan seperti yang sudah berjalan dibeberapa negara seperti Malaysia, Arab Saudi, Iran dan Cina yang membatasi akses informasi warga negaranya dan membatasi warga negaranya menyuarakan aspirasinya lewat media online (harus ada izin dan sensor).
UU semacam ini memang dibutuhkan tapi harus ada batasan-batasan rahasia negara yang seperti apa ? Jangan sampai seorang pengguna situs jejaring sosial atau blogger yang ditangkap hanya karena membuat tulisan kritik pedas dengan disertai data-data yang berasal dari informasi publik karena menyinggung pihak-pihak tertentu tapi dianggap mengganggu keamanan nasional.
Mudah-mudahan Pak Menhan tidak mengusulkan UU ini hanya karena ada kepentingan pribadi atau pihak tertentu seperti yang diungkapkan oleh politisi PDIP ini
No comments:
Post a Comment